MALANG KOTA – Musim penghujan sudah hampir tiba di Kota Malang.

Ancaman tanah longsor pun kembali menghantui permukiman di sempadan sungai Kota Malang.

Apalagi, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang terjadi akibat pembangunan yang tidak mengindahkan tata ruang.

Laporan BPBD Kota Malang menunjukkan, sejak Januari hingga awal Oktober 2024 sudah terjadi 31 tanah longsor.

Tahun lalu terdata 51 tanah longsor.

Sementara pada 2022 mencapai 89 kejadian tanah longsor.

Sekitar 90 persen terjadi di sempadan sungai yang menjadi permukiman.

”Selain menimpa rumah di sempadan sungai, longsor juga terjadi di lahan yang berada di tebing atau memiliki kemiringan terjal,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Malang Prayitno.

Kontur lahan semacam itu berada di wilayah Buring, Kecamatan Kedungkandang dan Joyogrand, Kecamatan Lowokwaru.

Prayit menambahkan, wilayah rawan tanah longsor berada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Sungai Metro, hingga Sungai Bango.

Total ada tujuh kawasan masuk kategori rawan longsor.

Di antaranya Kelurahan Samaan, Kelurahan Jodipan, Kawasan Muharto, Kelurahan Karangbesuki, Kelurahan Pisangcandi, Kelurahan Bunulrejo, dan Kelurahan Kota Lama.

Menurutnya, kontur tanah di semua wilayah daerah aliran sungai secara alamiah memang rawan bencana tanah longsor.

Utamanya ketika musim hujan datang.

Apalagi jika di atasnya terdapat bangunan atau permukiman masyarakat yang tak sesuai aturan.

”Ketika curah hujan tinggi, otomatis permukaan tanah menjadi lunak. Di sisi lain debit air sungai yang deras juga mengikis tanah yang berada di bagian bawah sempadan sungai,” jelas Prayit.

Ketika di atas tanah yang lunak itu terdapat bangunan, daya untuk menahan beban menjadi lebih rendah.

Musibah tanah longsor pun tidak terhindarkan.

Karena itulah, BPBD selalu mengimbau agar warga tidak lagi mendirikan bangunan di sempadan sungai.

Hingga tahun ini BPBD baru memiliki satu early warning system (EWS) tanah longsor.

Alat itu dipasang di Joyogrand, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru.

Pemkot juga mengandalkan 13 titik EWS banjir untuk memberikan peringatan tanah longsor.

”Ketika debit air sudah tinggi, pasti EWS memberikan peringatan kepada warga. Selain bencana banjir, longsor menjadi hal yang harus diwaspadai, sehingga perlu evakuasi dulu,” jelas Prayit.

Lima sampai Sepuluh Laporan

Kasus terakhir longsor terjadi pekan lalu.

Dua rumah warga di Jalan MT Haryono RT 6/ RW 1, Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, ambrol akibat tanah di bawahnya longsor.

Dua rumah tersebut berada di sempadan Sungai Brantas.

Agar tidak makin membahayakan pemiliknya, rumah tersebut dirobohkan pada Selasa lalu (1/10).

Keberadaan rumah di sempadan sungai merupakan salah satu bentuk ketidaksesuaian tata ruang.

Sebab, sempadan sungai merupakan kawasan perlindungan setempat.

Hal itu tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang.

Di Kota Malang, luas sempadan sungai mencapai 232 hektare.

Lokasinya menyebar di 42 kelurahan.

Antara lain Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Kasin, dan Kelurahan Kauman.

Selain keberadaan rumah di sempadan sungai, ada beberapa bentuk ketidaksesuaian yang dipantau oleh Pemkot Malang.

”Itu berdasar laporan dari masyarakat. Setiap tahun kami bisa menerima lima sampai sepuluh laporan,” kata Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang Uuk Arif Pujiutomo.

Salah satu laporan diterima pekan lalu dari warga RW 14 Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru.

Mereka menyebut ada empat sampai lima rumah kos yang diduga tidak sesuai dengan tata ruang.

Bangunannya melebihi garis sempadan bangunan (GSB).

Tingginya juga lebih dari dua lantai.

”Ini masih sebatas laporan. Dua pekan lagi kami akan turun ke lapangan untuk mengecek,” imbuh pejabat eselon III B Pemkot Malang tersebut.

Ada juga laporan dari warga Kelurahan Bandulan tentang jalan masuk menuju rumah warga tertutup kanopi milik rumah warga lain.

Sedangkan di sekitar Joyogrand terdapat gapura yang mendapat keberatan dari warga.

Satu lagi adalah laporan dari warga di sekitar Jembatan Saxophone terkait perumahan yang baru dibangun.

”Sekarang kebanyakan perumahan menerapkan sistem one gate, warga tidak diperbolehkan lewat sana. Itu kami coba lakukan mediasi,” beber Uuk.

Di tempat lain, Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Perundang-Undangan Daerah (PPUD) Satpol PP Kota Malang Karliono mengatakan, upaya penataan ruang biasanya dilakukan dengan berkoordinasi bersama aparat penegak hukum.

Salah satunya Satpol PP.

Sejauh ini, pihaknya belum sampai melakukan tindakan penertiban.

Baru menerima laporan seperti di Kelurahan Mojolangu.

”Kalau di sana memang sudah lama. Saya mendengar itu sejak tahun 2017 karena warga sudah mengadu ke Ombudsman, tapi belum selesai,” ucapnya.

Beberapa waktu lalu Satpol PP juga diminta mendampingi PT KAI untuk membantu pengamanan dalam penertiban permukiman di sempadan rel.

Tepatnya di sekitar Kelurahan Kotalama

Sumber : radarmalang.jawapos.com

 

Polresta Malang Kota, Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono, Malang Kota, Jawa Timur, Polda Jatim, Polres Malang Kota, Resta Malang Kota, Kepolisian Resor Malang Kota, Polisi Resor Kota Malang, Polisi Malang Kota, Kota Malang, Pemkab Malang Kota, Kabupaten Malang Kota, Kodya Malang, Pemkot Malang Kota, Polisi Malang Kota, Kota Malang, Nanang Haryono