Berita

Urgensi Kajian Mendalam terhadap UU Kejaksaan dan RKUHAP: Mencegah Penyalahgunaan Wewenang?

JAKARTA – Undang-Undang Kejaksaan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Rancangan KUHAP) terus menjadi polemik di tengah masyarakat dan kalangan penegak hukum.

Sejumlah pihak menilai regulasi tersebut perlu ditinjau ulang karena dinilai tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga membatasi kewenangan penegak hukum dalam menangani kasus pidana.

Di tengah sorotan terhadap institusi Kejaksaan, berbagai kasus dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan oknum jaksa semakin mempertegas perlunya evaluasi terhadap regulasi yang ada.

Sejumlah kasus seperti pemerasan, korupsi, hingga penyalahgunaan narkoba yang melibatkan oknum kejaksaan menjadi bukti bahwa perlu ada reformasi mendalam dalam sistem hukum, termasuk revisi terhadap UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP.

Mengutip dari tribunjateng.com, Salah satu kasus yang mencuat pada akhir tahun 2024 lalu adalah keterlibatan Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Blora, Rezmi Angga Aprianto, dalam dugaan pemerasan dan penyalahgunaan narkoba.

Bahkan kasus ini dibenarkan oleh Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Arfan Triono, yang menyatakan bahwa Angga saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Kejati Jateng oleh pengawas internal.

“Kami membenarkan bahwa yang bersangkutan saat ini tengah diperiksa oleh Pengawas Kejati Jateng terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya,” ujar Arfan Triono.

Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan di tubuh Kejaksaan yang semakin mengikis kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum tersebut.

Selain itu, kebobrokan institusi Kejaksaan juga memicu aksi unjuk rasa oleh mahasiswa di Garut. Pada Senin (16/12/2024) lalu, mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Jalan Merdeka, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Mahasiswa kritik kinerja Kejari Garut dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Kejari Pahlawan Gratifikasi”

Sementara mengutip Tribunpriangan.com, masalah mangkraknya kasus-kasus yang ditangani Kejaksaan. Beberapa di antaranya adalah proyek jogging track SOR Ciateul, permasalahan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti BIJ dan PDAM Garut, serta tindak lanjut atas temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang hingga kini belum dilaksanakan oleh sejumlah dinas di Garut.

“Kami menuntut Kejari Garut untuk segera menyelesaikan kasus-kasus ini. Selain itu, kami mendesak agar setiap temuan LHP BPK ditindaklanjuti dengan tegas. Ini menjadi bentuk keprihatinan kami terhadap penegakan hukum di Garut,” ujar Adrian, salah satu peserta aksi.

Berbagai permasalahan lainnya di institusi Kejaksaan ini semakin memperkuat urgensi untuk meninjau kembali UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP.

Sejumlah pakar hukum menilai bahwa beberapa pasal dalam regulasi tersebut dapat membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh jaksa penuntut umum dan memperburuk kinerja dalam sistem peradilan pidana di Indonesia

UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.

Dalam beberapa kasus, jaksa memiliki kewenangan besar yang bisa berpotensi disalahgunakan, seperti yang terjadi dalam kasus pemerasan dan penyalahgunaan narkoba, hingga berpotensi mudahnya dalam penyalah gunaan kewenangan oleh oknum Kejaksaan.

Oleh karena itu, revisi terhadap UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP harus segera dilakukan untuk mencegah penyimpangan serupa di masa depan.

Dengan berbagai permasalahan yang muncul, sudah saatnya UU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP ditelaah lebih dalam oleh para pakar hukum dan legislatif.

Reformasi di tubuh Kejaksaan menjadi kebutuhan mendesak demi menegakkan hukum yang lebih adil, transparan, dan bebas dari praktik korupsi serta penyalahgunaan wewenang.

Related Posts

1 of 7,928