SUKOHARJO – Amarah ayah korban mewarnai sidang vonis kasus pembunuhan sadis Sarlina di depan Pengadilan Negeri Sukoharjo pada Selasa (10/12/2024).

Keluarga nampak meluapkan amarah mereka setelah hakim memutuskan vonis bebas terhadap dua terdakwa.

Kerabat Sarlina terlihat menghadang mobil milik kuasa hukum terdakwa sebagai bentuk protes.

Ayah korban, Sarjo menunjukkan amarahnya.

Sarjo dengan lantang berdiri di kap mobil sambil berpegangan agar menahan laju mobil berwarna putih tersebut.

Meski sudah dihentikan petugas kepolisian, Sarjo tetap memukul-mukul pintu mobil dan mengeluarkan amarahnya.

“Tidak terima. Saya pengen ketiga terdakwa dihukum seumur hidup,” kata Sarno, Selasa (10/12/2024), dikutip dari Tribun Solo.

Menurutnya, putusan yang diberikan majelis hakim tidak adil dan tidak berpihak kepada korban.

“Kurang adil bagi saya. Ikut pembunuhan kok dibebaskan, saya tidak terima,” ujarnya.

Selain itu, suara isak tangis ibunda Sarlina pecah dan sangat terpukul mendengar putusan majelis hakim.

Tak hanya itu, banyak kerabat dan teman-teman Sarlina mengumpat dan memukul mobil kuasa hukum tersebut.

Keputusan Majelis Hakim yang kontroversial tersebut dijawab oleh pihak Humas PN Sukoharjo, Deni Indrayana.

Dua terdakwa yang divonis bebas, yakni Rofi dan Gilang diambil setelah kedua terdakwa tidak terbukti bersalah atau terlibat dalam kasus tersebut.

“Dua terdakwa divonis bebas karena majelis hakim berpendapat hasil pemeriksaan dan fakta persidangan, mereka tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP) saat peristiwa terjadi. Jadi, mereka tidak mengetahui adanya kejadian itu,” Terang Deni, Selasa (10/12/2024).

Dalam proses pemeriksaan awal dan reka adegan, polisi sempat menyertakan Rofi dan Gilang sebagai pihak yang terlibat.

Namun keduanya mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Hakim kemudian menggunakan keterangan mereka di sidang sebagai acuan utama.

“Tidak ada satu pun saksi yang dapat membuktikan keberadaan kedua terdakwa di TKP pada saat kejadian. Selain itu, terdakwa lain, Dwi, mengakui ia yang melakukan perbuatan tersebut secara sendirian,” ujarnya.

Berbeda dengan Rofi dan Gilang, Dwi divonis hukuman seumur hidup karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Serlina pada April 2024.

Dalam persidangan, Dwi mengaku bertindak sendiri tanpa melibatkan pihak lain.

Lebih lanjut, Deni menjelaskan, Rofi merasa dibohongi oleh terdakwa Dwi, saat dimintai tolong mencarikan truk yang akan digunakan untuk memindahkan mayat.

Pada saat itu, Dwi meminta disewakan truk kepada Rofi untuk memindahkan barang di Sragen.

Namun truk itu justru diarahkan Dwi ke Jatisobo untuk memindahkan mayat Serlina.

“Akhirnya tahu adanya mayat Serlina di kawasan TPU Mawar, Desa Jatisobo, Kecamatan Polokarto, ketika Rofi diminta mengangkat jenazah, Rofi menolak, dan akhirnya pergi. Sampai akhirnya mayat itu tidak diangkat bersama dan ditemukan masyarakat,” ucapnya.

Kemudian, Rofi sempat mengantarkan terdakwa Dwi ini ke terminal di Solo, yang di situ Dwi ini melarikan diri.

“Namun yang bersangkutan ini seharusnya tahu adanya tindak pidana, hanya dia tidak melakukan kewajibannya untuk melaporkan, JPU tidak men dakwakan tentang perbuatan tersebut terhadap si Rofi,” kata Deni.

Adapun berkas perkara yang menyebut adanya tiga terdakwa, dan lalu dicabut Rofi dan Gilang dianggap tidak sesuai.

Sebab, tidak ada alat bukti yang menunjukkan keterlibatan kedua terdakwa dalam kasus tersebut.

Menurut Deni, majelis hakim pada BAP itu dianggap sebagai keterangan di luar persidangan.

Bagaimana suatu keterangan BAP itu bisa terjadi seperti itu, seolah-olah terjadi perbuatan yang diakui.

“Itu kembali pada proses pembuatan BAP oleh penyidik, bukan domain kami untuk menjelaskan apa yang terjadi, sehingga ada BAP yang dicabut,” tandasnya.

Deni menambahkan, pemeriksaan saksi, ada saksi yang diajukan oleh penasihat hukum para terdakwa dan mengkonfirmasi terjadi suatu keadaan yang membuat kedua terdakwa harus mau tidak mau menandatangani BAP yang dibuat.

Diketahui Sarlina merupakan korban pembunuhan yang ditemukan terbungkus dalam plastik di sebuah parit di Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Aksi pembunuhan berencana ini dimulai dari Dwi yang menghubungi Serlina untuk cari makan dan bertemu di tongkrongan.

Setelah keduanya selesai cari makan, Dwi lantas mengajak korban ke tempat tongkrongan tersebut.

Di situ, Dwi dan dua pelaku pembunuhan lainnya menenggak minumas keras.

“Saya sama teman-teman mabuk. Korban tidak mabuk, habis cerita dapat THR, maka saya minta dengan cara dibunuh agar tidak bilang ke siapa-siapa,” katanya.

Di saat itu, Dwi langsung melancarkan aksinya dengan mencekik korban menggunakan sabuk perguruan silatnya.

Namun, korban saat itu masih bergerak dan belum meninggal dunia.

Akhirnya, Rofi dan Gilang mengambil batu besar dan menghantamkan batu tersebut ke wajah korban.

Setelah mengetahui korban tewas, mereka lantas membuang jasad Serlina ke parit yang lokasinya tak jauh dari tempat mereka nongkrong.

“Habis itu saya ambil barang berharga milik korban, motor, uang dan handphone,” tutur mantan karyawan toko bangunan itu.

sumber: Tribunnews.com

 

Polres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo Sigit, AKBP Sigit, Kabupaten Sukoharjo, Pemkab Sukoharjo, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, Kepolisian Resor Sukoharjo, Polisi Sukoharjo, Artanto, Ribut Hari Wibowo