Semarang – Kementerian Kesehatan RI menyebut ada dugaan pemalakan berkisar Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan dalam kasus perundungan yang berujung kematian dr ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Begini respons Polda Jateng mengenai hal itu.
“Kalau ada dugaan-dugaan baru akan kami terima informasi tersebut. Tentunya itu akan menjadi petunjuk bagi penyidik, bagi pihak kepolisian, untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam lagi,” kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto di Gedung Gradhika Bakti Praja, Semarang, Senin (2/9/2024).

Artanto mengatakan kepolisian sudah menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kasus dugaan perundungan tersebut. Tim investigasi dari Kemenkes juga sudah menyerahkan data laporan mereka ke polisi.

“Dari hasil rapat koordinasi tersebut, tim investigasinya menyerahkan data-data laporan-laporan tentang apa yang sudah dilakukan untuk menindaklanjuti isu dari perundungan mahasiswa PPDS anestesi di UNDIP yang melaksanakan kegiatan di RS Kariadi,” ujar Artanto.

“Polda Jateng akan menindaklanjuti hasil investigasi tersebut dan kita akan melakukan pendalaman. Sambil melakukan pendalaman, kita akan selalu koordinasi dan komunikasi terus dengan pihak Kemenkes,” sambung dia.

Dilansir detikHealth, Juru bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril, SpP, MPH, menyebut dugaan pemalakan itu diperoleh dari hasil proses investigasi terbaru. Adapun pemalakan tersebut dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhum dr ARL. Permintaan uang berkisar antara Rp 20 hingga 40 juta per bulan.

“Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022,” ucap dr Syahril dalam keterangan resmi, Minggu (1/9/2024), dikutip dari detikHealth.

dr Syahril mengatakan almarhum ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya. Ia juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan non-akademik, di antaranya membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB (office boy), dan berbagai kebutuhan senior lainnya.

“Pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu,” ungkap dr Syahril.

“Bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut,” imbuh dia.

Sumber : www.detik.com

 

Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Polisi Kota Besar Semarang, Artanto, Ribut Hari Wibowo