JAKARTA,- Muhammad Lukman Arifianto menilai informasi bohong merusak demokrasi Indonesia. Informasi bohong seharusnya ditiadakan.

“Saya kira hoaks dan hate speech (ujaran kebencian) bukan lagi sebuah praktik demokrasi tapi kejahataan demokrasi,” kata Muhammad Lukman Arifianto, Sabtu (20/01/2024).

Muhammad Lukman Arifianto menegaskan berita bohong harus ditiadakan. Sebab, bukan hanya dapat memanipulasi demokrasi tapi juga melenyapkan demokrasi.

“Membuat kedaulatan rakyat tidak terwujud. Ini yang tidak boleh kita biarkan,” tandas dia.

Ujaran kebencian dan informasi bohong, diyakini Muhammad Lukman Arifianto, merupakan perilaku seseorang untuk memenangkan sesuatu. Dengan kebohongan yang diperbuatnya dapat memengaruhi masyarakat.

“Memanfaatkan situasi masyarakat yang emosional dan menggunakan teknologi informasi (dalam penyebaran informasi bohong). Bahayanya adalah dia memanipulasi demokrasi,” ucap dia.

Lebih lanjut, Muhammad Lukman Arifianto menjelaskan ada dua kategori berita bohong. Pertama misinformasi dan disinformasi.

Misinformasi terjadi ketika seseorang menerima informasi dan meyakini informasi itu benar padahal tidak benar. Tapi dia tetap meyakini itu benar dan menyebarkan informasi itu.

Sedangkan disinformasi adalah sebuah informasi yang sudah tahu salah tapi sengaja disebarkan untuk mendapatkan benefit elektoral. “Nah, hoaks itu lebih tepat pada disinformasi,” tutur dia.

Muhammad Lukman Arifianto menyebut informasi bohong dapat mengakibatkan legitimasi Pemilu dipertanyakan. Dalam proses Pemilu kepercayaan publik berkurang dan melemahnya kontrol masyarakat pada pemerintahan terpilih. Maka itu, ia berharap hoaks dan hate speech tidak terjadi lagi di Indonesia.

Muhammad Lukman Arifianto menambahkan, hoaks dan hate speech merupakan bagian dari pada komunal pemilih. Asosiasi pemilih langsung dibangun atas informasi bohong itu.

“Saya kira yang paling penting, aktor politik pencipta hoaks ini yang perlu segera dihadirkan atau ditemukan. Karena produksi ini tidak hanya serta merta, saya yakin ini bagian dari skenario politik untuk penciptaan suatu opini,” pungkas dia