Semarang – Perkara mafia tanah di Semarang yang sempat disinggung Anggota Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana terus berlanjut. Kedua belah pihak melakukan pemeriksaan setempat (PS) bersama hakim pengadilan negeri Semarang di lokasi sengketa dan menunjukkan batas tanah versi masing-masing.
Lokasi lahan sengketa itu ada di wilayah Kelurahan Genuksari, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Kedua belah pihak baik dari penggugat maupun tergugat datang ke lokasi dan PS dipimpin oleh hakim Judi Prasetya. Pemeriksaan dilakukan di batas lahan sesuai dengan versi masing-masing.

Dalam perkara ini, penggugat adalah Setiawan dan tergugatnya adalah Daniel Budi Setiawan. Usai sidang di lokasi itu, kedua belah pihak menyatakan keheranannya dengan keluarnya sertifikat resmi yang dipegang oleh masing-masing pihak.

Kuasa hukum penggugat, Michael Deo mengatakan pihaknya sudah menjelaskan batas lahan versinya. Lahan milik kliennya itu masuk kawasan pangkalan truk yang memang milik kliennya. Menurutnya seharusnya tergugat sudah bisa memahami itu.

“Kami sudah tampilkan citra satelit.Dilihat tadi kan fisiknya jelas. Ini kan kawasan pangkalan truk milik klien kami. Menurut kami yang bersangkutan seharusnya paham. Mereka seharusnya tidak satu kawasan dengan pangkalan truk. Kawasan truk Ini, pergudangan ini dimiliki klien kami,” kata Deo di lokasi PS, Genuk, Kota Semarang, Jumat (5/1/2023).

Sementara itu Yunantyo yang juga kuasa hukum penggugat menjelaskan dengan menunjukkan batas tanah versi masing-masing maka membuktikan pihaknya punya kedudukan hukum untuk menggugat. Dalam perkara itu tergugat heran dengan keluarnya sertifikat penggugat begitu pula penggugat yang merasakan hal serupa.

“Karena dari asal usul tanahnya, sesuai SHM 388/Genuksari atas nama Daniel Budi Setiawan (tergugat) asal usul tanah Tergugat I adalah sesuai C Desa Nomor 715 Persil 54 Klas S.III. Kemudian sesuai Buku C Desa Nomor 715 Persil 54 Klas S.III yang ditunjukkan Lurah Genuksari dalam persidangan luasnya adalah 2.080 m2,” terang Yunantyo.

“Sertifikat tergugat I kami bilang aneh karena asal usul luasnya hanya 2.080 m2 tapi ketika terbit sertifikat luasnya menjadi 5.724 m2 sehingga terjadi kelebihan luasan 3.644 m2, dan anehnya ada gambar situasinya, yang mana gambar situasi itu menabrak sebagian tanah kepunyaan klien kami, padahal tanah klien kami itu dasarnya sesuai dengan luasan asal usulnya sesuai Buku C Desa,” imbuh Yunantyo.

Kuasa hukum tergugat, Wiwit Rijanto menjelaskan pihaknya merupakan yang dirugikan karena lahannya terkena irisan. Kemudian seharusnya pada sertifikat penggugat, dalam irisannya tidak ada nama kliennya.

“Yang dipermasalahkan adalah seharusnya tempatnya sedikit dia (penggugat) sudah memanjang, itu menyalahi. Sampaikan ke majelis kalau sertifikat milik penggugat harusnya batas itu ada nama prinsipal kita, klien kami. Di sertifikat tidak ada prinsipal kita, tempat untuk batasnya. Sudah kami sampaikan ke majelis,” ujar Wiwit.

“Padahal jelas menempati tanah yang lama tahun ’82 sudah sertifikat tahun ’83 sudah balik nama ke pak Daniel tapi tidak ada nama itu,” imbuhnya.

Baca juga:
Sengkarut Tanah Kas Desa Seret Pejabat DIY Jadi Tersangka
Ia juga menyebut menurutnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus cermat, sertifikat nomor SHM 388/Genuksari dengan SHM 1550/Genuksari diakui, seharusnya ada nama Daniel.

“Tidak ada pemanggilan (kepada Daniel) padahal harus tanda tangan. Luasan itu sudah melebar. Dia tidak mengakui yang sudah dibuat BPN. Yang pasti di sertifikat ini sudah dijelaskan mana saja yang sudah dimakan penggugat. Kami mengakui sertifikat ada di sini, hanya saja menurut BPN luasnya 900-an m2, namun sertifikat penggugat 1200-an m2. Nah itu sudah merugikan klien kami,” ujar Wiwit.

PS kemudian ditutup oleh majelis dan persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Satake Bayu, Jawa Tengah, Jateng