SEMARANG – Munculnya usulan atau wacana bila Polri akan ditarik dan ditempatkan dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dianggap salah kaprah dan menabrak aturan hukum tata negara.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara M.Junaidi, usulan atau wacana Polri dibawah Kemendagri sangatlah tidak pas karena Kemendagri itu lebih cenderung untuk mengurusi konteksnya masalah-masalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahannya yang ada didalam Negeri terutamanya berkaitan dengan pemerintahan daerah.

“Jadi nanti akan terjadi overlaping, bahwa kewenangan daripada kepolisian yang dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri itu memungkinkan terjadinya hal-hal yang kemudian kontrol daripada Presiden itu tidak begitu maksimal,” kata Junaidi.

Menurut Junaidi, wacana tersebut jika Polri ditarik ke Kemendagri, maka kontrol dari presiden tidak maksimal.

“Menurut saya salah kaprah, ini bisa overlaping, karena kalau ditarik ke Kemendagri, kontrol dari Presiden malah tidak akan maksimal. Di sisi lain Kemendagri urusannya kan yang berkaitan dengan Pemerintahan pusat dan daerah, sementara Polri itu Kamtibmas”,’ ujar Junaidi di Semarang, Minggu (1/12).

Dalam aturan tata negara sendiri, Junaidi menyebut kedudukan Polri dibawah Presiden langsung tak lepas dari sistem pemerintahan Presidensial yang diterapkan di Indonesia.

“Kita lihat memang kenapa kedudukan Polri dibawah naungan Presiden karena kita memaknai sistem Presidensil sebagai suatu bentuk daripada sistem yang berlaku di Indonesia dalam konteks hukum tata negara, Presiden itu punya kekuasaan tertinggi dalam konteks pertahanan, keamanan, dan lain sebagainya, maka Presiden disebut sebagai panglima tertinggi. Sementara dilihat fungsi Polri sebagai penegak hukum maka kedudukan Polri juga sama dengan Kejaksaan dan KPK yang harus dibawah Presiden langsung”, jelas Junaidi.

Menyinggung elit politik yang menganggap Polri menjadi alat politik penguasa dan tidak netral atau independen dalam konstelasi Politik, Junaidi memberikan pandangan bila Polri bisa diunah dipimpin Komisioner bukan Kapolri seorang sehingga keputusan yang diambil bersifat kolektof kolegial.

“Polri bisa diubah bukan dipimpin oleh seorang Kapolri tapi pimpinannya adalah komisioner, komisioner itu ketika membuat keputusan itu secara kolektif dan kolegial artinya bersama sama, nah konsep bersama sama ini akan memperkuat pertimbangan putusan yang dibuat oleh kepolisian negara republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum yang kemudian dilaksanakan di NKRI”, jelas Junaidi.

Hal senada juga disampaikan Koordinator Lembaga Kebijakan Publik dan Hukum “Omah Publik” Nanang Setyono yang menilai wacana Polri ditarik ke Kemendagri bersifat politis sesaat dimana melihat dinamika Pilpres dan Pilkada.

“Ini politis sesaat saja, dinamika dari Pilpres dan Pilkada. Mereka yang berteriak ini kan karena kalah dalam Pilpres dan Pilkada, terus melontarkan isu tuduhan katanya Polri yang disebut Partai Coklat bergerak masif menggalang dukungan untuk calon tertentu yang ditunjuk penguasa”, kata Nanang.

sumber: inilahjateng.com